Sifat Rasul

Seperti yang telah kita tahu, sifat rasul ini terdiri dari sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.

Nabi Muhammad mempunyai akhlaq serta sifat-sifat yang sangat amat mulia. Oleh sebab itu, hendaklah kita senantiasa mempelajari sifat beliau.

Rasul sebagai utusan Allah Swt mempunyai sifat-sifat yang melekat dalam dirinya. Seperti yang telah kita tahu, nabi kita Muhammad SAW serta para rasulnya yang lain mempunyai sifat yang terpuji bahkan mulia.

Sehingga kita juga berharap mempunyai sifat rasul, inilah sifat rasul baik wajib, mustahil dan jaiz yang akan kami bahas.

sifat rasul dan contohnya

Yuk, langsung saja simak baik-baik ulasan di bawah:

Sifat Wajib

Sifat wajib berarti sifat yang pasti ada pada rasul. Tidak dapat disebut seorang rasul bila tidak mempunyai sifat-sifat wajib ini.

Sifat wajib ini sendiri ada 4, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. As-Siddiq.

As-Siddiq, berarti rasul selalu benar. Apa yang telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim as. kepada bapaknya merupakan perkataan yang benar.

Apa yang disembah oleh bapaknya merupakan sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat serta mudarat, maka jauhilah.

Peristiwa tersebut diabadikan dalam Q.S. Maryam/19: 41, yaitu:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا

Artinya: “Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam kitab (al-Qur’an), sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan seorang nabi.” (QS. Maryam: 41)

b. Al-Amanah.

Al-Amanah, berarti rasul selalu dapat dipercaya. Pada waktu kaum Nabi Nuh as. mendustakan apa yang telah dibawa oleh Nabi Nuh as. kemudian Allah Swt. menegaskan bahwa Nuh as., merupakan orang yang terpercaya (amanah).

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. asy-Syu’ara/26 106-107 seperti berikut:

إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلَا تَتَّقُونَ . إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ 

Artinya: “Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.” (QS. asy-Syu’ara: 106- 107)

c. At-Tablig.

At-Tablig, berarti rasul selalu meyampaikan wahyu. Tidak ada satu pun ayat yang disembunyikan oleh Nabi Muhammad Saw. serta tidak ada satupun yang tidak disampaikan kepada umatnya.

Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Ali bin Abi Talib ditanya mengenai wahyu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.

Ali pun menegaskan bahwa “Demi Zat yang membelah biji dan melepas napas, tiada yang disembunyikan kecuali pemahaman seseorang terhadap al-Qur’an.”

Penjelasan tersebut terhubung dengan QS. al-Maidah: 67 seperti berikut:

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ 

Artinya:“Wahai rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. al-Maidah : 67)

d. Al-Fatanah.

Al-Fatanah, berarti rasul mempunyai kecerdasan yang tinggi. Pada saat terjadi perselisihan antara kelompok kabilah di Mekah.

Setiap kelompok memaksakan kehendaknya guna meletakkan alHajar al-Aswad (batu hitam) di atas Ka’bah, kemudian Rasulullah SAW menengahi dengan cara selurh kelompok yang bersengketa supaya memegang ujung dari kain tersebut.

Lalu, Nabi meletakkan batu itu di tengahnya, serta mereka semua mengangkatnya sampai di atas Ka’bah.

Sungguh hal tersebut sangat mencerminkan kecerdasan dari Rasulullah SAW.

Sifat Mustahil

Sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat wajib yang dimana sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada rasul.

Diantaranya sifat mustahil rasul adalah :

a. Al-Kizzib.

Al-Kizzib, berarti mustahil rasul itu bohong atau dusta. Semua perkataan dan juga perbuatan rasul tidak pernah dusta atau bohong.

Hal ini juga telah disebutkan dalam QS. an-Najm: 2-4, yaitu:

مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ . وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ 

Artinya: “Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang diucapkan itu (al-Qur’ān) menurut keinginannya tidak lain (al-Qur’an) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. an-Najm: 2-4)

b. Al-Khianah.

Al-Khianah, berarti mustahil rasul itu khianat. Semua yang diamanatkan atau disampaikan kepadanya pasti dilaksanakan.

Hal ini juga telah disebutkan dalam QS. al-An’am: 106:

اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ 

Artinya: “Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), tidak ada Tuhan selain Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. al-An’am: 106)

c. Al-Kiṭman.

Al-Kiṭmān, berarti mustahil jika rasul menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang rasul terima dari Allah SWT pasti akan disampaikan kepada para umatnya.

Hal ini juga telah disebutkan dalam QS. al-An’am: 50:

قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ 

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang di wahyukan kepadaku. Katakanlah, Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya).” (QS. al-An’am: 50)

d. Al-Baladah.

Al-Baladah berarti mustahil kalau rasul itu bodoh. Walaupun Rasulullah SAW tidak dapat membaca dan juga menulis (ummi) namun beliau pandai.

Sifat Jaiz Rasul

Sifat jaiz bagi rasul merupakan sifat kemanusiaan, yakni al-ardul basyariyah yang berarti rasul mempunyai sifat-sifat sebagaimana manusia biasa.

Sifat ini diantaranya seperti rasa lapar, haus, sakit, tidur, sedih, senang, berkeluarga dan yang lainnya. Bahkan seorang rasul juga akan meninggal sebagai mana makhluk lainnya.

Di samping rasul mempunyai sifat wajib begitu juga dengan lawannya yakni sifat mustahil, rasul juga mempunyai sifat jaiz, dan tentu saja sifat jāiz-nya rasul dengan sifat jaiznya Allah SWT sangatlah berbeda.

Sebagai mana firman Allah SWT yang menyebutkan:

مَا هَٰذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ

Artinya: “…(orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan seperti apa yang kamu makan dan dia minum seperti apa yang kamu minum.” (QS. al-Mu’minun: 33) Selain tersebut di atas, rasul juga memiliki sifat-sifat yang tidak terdapat pada selain rasul, yaitu seperti berikut.

Selain tersebut di atas, rasul juga mempunyai sifat-sifat yang tidak ada pada selain rasul, diantaranya yaitu:

1. Ishmaturrasul merupakan orang yang ma’shum, terlindung dari dosa serta salah dalam kemampuan pemahaman agama, ketaatan, dan juga menyampaikan wahyu Allah SWT, sehingga beliau akan selalu siaga dalam menghadapi tantangan serta  tugas apa pun.

2. Iltizamurrasul merupakan orang-orang yang selalu berkomitmen dengan apa pun yang sedang mereka ajarkan.

Mereka bekerja dan juga berdakwah sesuai dengan arahan serta perintah Allah SWT walaupun dalam menjalankan perintah Allah SSWT beliau harus berhadapan dengan berbagai rintangan yang berat baik dari dalam diri pribadinya ataupun dari para musuhnya.

Rasul tidak pernah sejengkal pun menghindar ataupun mundur dari perintah dan juga ajaran Allah Swt.

Cara Meneladani Sifat Rasul

10 sifat rasul

Pada umumnya, alasan kita harus meneladani sifat dari rasul Allah SWT ialah sebab dalam diri para rasul terdapat suri tauladan yang baik, baik dalam akhlak ataupun perbuatannya.

Contoh terbaik dalam menjalani kehidupan, serta setiap kisah dari kehidupan para rasul mengandung pelajaran yang amat berharga tentang keimanan kepada Allah SWT dan tentunya sangatlah cinta kepada akhirat.

Adapun beberapa cara untuk meneladani sifat rasul, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menjadikan kisah dari para rasul sebagai ibrah atau pelajaran untuk kita.

2. Menguatkan iman yang ada dalam diri kita.

3. Menjadikan teladan dari sifat-sifat yang dipunyai oleh para rasul.

4. Dijadikan penguat dalam menegakkan agama serta mendakwahkan agama kepada yang lain.

5. Melahirkan kecintaan kepada para rasul atas pengorbanan mereka untuk menegakan agama Islam.

6. Selalu berbuat kebajikan di dalam kehidupan sehari-hari.

7. Melahirkan kesadaran bahwa pertolongan Allah ada di setiap amal yang kita lakukan.

8. Sadar akan diri sendiri bahwa kita ini hanya manusia biasa, yaitu makhluk ciptaan Allah SWT.

9. Percaya bahwa kekuasaan Allah SWT benar adanya lewat mukjizat yang diberikan kepada rasul.

10. Memunculkan rasa takut dari apa yang telah dialami orang yang ingkar kepada Allah SWT.

Sifat Nabi Muhammad yang Tidak Dimiliki oleh Umat Manusia

contoh sifat rasulullah

1. Tidak pernah ihtilam (mimpi basah)

Al-Yusuf  al-Nabhani telah menyebut dari keistimewaan Nabi Muhammad SAW dalam kitab beliau, al-Anwar al-Muhammadiyah min al-Mawahib al-Laduniyah.

Keterangan  keistimewaan ini berasal dari Ibnu Abbas, dan beliau menyebutkan:

مَا احْتَلَمَ نَبِيٌّ قَطُّ  إِنَّمَا الِاحْتِلَامُ منَ الشَّيْطَانِ

Artinya: Tidaklah seorang nabi bermimpi basah sama sekali, karena mimpi basah datang dari syaithan. (H.R. al-Thabrani)[2]

Al-Haitsami menyebutkan di dalam sanad hadits ini ada Abd al-Aziz bin Abi Tsabit, sementara beliau ini ijmak atas dha’ifnya.

2. Tidak pernah menguap

Ibnu al-Mulaqqin telah menyebut keistimewaan pada Nabi Muhammad SAW di dalam kitab beliau yakni Ghayah al-Suul fi Khashais al-Rasul.

Dalam Kitab Fathulbarri, Ibnu Hajar al-Asqalany menyebutkan:

وَمن الخصائص النَّبَوِيَّة مَا أخرجه بن أَبِي شَيْبَةَ وَالْبُخَارِيُّ فِي التَّارِيخِ مِنْ مُرْسَلِ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ قَالَ مَا تَثَاءَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ وَأَخْرَجَ الْخَطَّابِيُّ مِنْ طَرِيقِ مَسْلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَرْوَانَ قَالَ مَا تَثَاءَبَ نَبِيٌّ قَطُّ وَمَسْلَمَةُ أَدْرَكَ بَعْضَ الصَّحَابَةِ وَهُوَ صَدُوقٌ وَيُؤَيِّدُ ذَلِكَ مَا ثَبَتَ أَنَّ التَّثَاؤُبَ مِنَ الشَّيْطَانِ

”Termasuk keistimewaan kenabian adalah yang telah ditakhrij oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al-Bukhari dalam al-Tarikh dari mursal Yazid bin al-Asham, beliau berkata : Nabi SAW tidak pernah menguap sama sekali. Al-Khathabi mengeluarkan dari jalur Maslamah bin Abd al-Malik bin Marwan, beliau berkata : seorang nabi tidak pernah menguap sama sekali. Sedangkan Maslamah ini pernah bertemu sebagian sahabat Nabi dan beliau adalah orang yang berkata benar. Riwayat ini juga didukung oleh riwayat yang shahih yang menjelaskan bahwa menguap datang dari syaithan.”

3. Tidak ada satupun binatang yang melarikan diri (liar) dari beliau

Ibnu al-Mulaqqin telah menyebut keistimewaan pada Nabi Muhammad SAW ini dalam kitab beliau yakni Ghayah al-Suul fi Khashais al-Rasul.  Qadhi ‘Iyadh meriwayatkan dengan sanadnya hingga kepada Aisyah.

Dan beliau menyebutkan:

كان عندنا داجن فاذا كان عندنا رسول الله صلعم قر وثبت مكانه فلم يجئ ولم يذهب واذا خرج رسول الله صلعم جاء وذهب

Artinya : Di sisi kami ada binatang jinak, apabila Rasulullah SAW bersama kami, maka binatang itu tenang dan tetap pada tempatnya, tidak datang dan pergi, tetapi apabila Rasulullah SAW keluar, maka biantang itu datang dan pergi. (H.R. Qadhi ‘Iyadh)[7]

Dalam kitab Dalail al-Nubuwah juga menyebutkan riwayat dari Abu Hurairah r.a., dan disitu beliau berkata:

وَجَاءَ الذِّئْبُ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فَأَقْعَى بَيْنَ يَدَيْهِ، ثُمَّ جَعَلَ يُبَصْبِصُ بِذَنَبِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَذَا وَافِدُ الذِّئَابِ، جَاءَ يَسْأَلُكُمْ أَنْ تَجْعَلُوا لَهُ مِنْ أَمْوَالِكُمْ شَيْئًا ، قَالُوا: لَا وَاللهِ لَا نَفْعَلُ، وَأَخَذَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ حَجَرًا فَرَمَاهُ، فَأَدْبَرَ الذِّئْبُ وَلَهُ عُوَاءٌ

Artinya : Seekor seriga pernah datang kepada Rasulullah SAW duduk dan berjongkok di depan beliau, kemudian menggerak-gerak ekornya.  melihat itu Rasulullah SAW berkata, ini utusan serigala, yang datang meminta suatu makanan dari kalian. Mereka menjawab : tidak, Demi Allah tidak akan kami lakukan. Seorang dari mereka mengambil batu melemparnya, serigala itu pun pergi sambil menyalak. (H.R. al-Baihaqi)

Kisah lainnya dimana binatang-binatang liar yang senantiasa jinak kepada Nabi SAW juga banyak disebut dalam berabagai riwayat yang terdapat dalam Kitab Dalail al-Nubuwah karya dari al-Baihaqi dan al-Syifa’ bi Ta’rif  Huquq al-Mushtafa karya Qadhi ‘Iyadh serta kitab lainnya yang juga berisi sekitar masalah kehidupan pribadi Nabi Muhammad SAW.

4. Tidak pernah ada lalat hinggap di tubuh beliau yang mulia.

Ibnu al-Mulaqqin telah menyebut keistimewaan pada Nabi Muhammad SAW ini dalam kitab beliau yakni Ghayah al-Suul fi Khashais al-Rasul.

[9] Al-Yusuf  al-Nabhani juga menyebut keistimewaan dari Nabi Muhammad SAW dalam kitab beliau, al-Anwar al-Muhammadiyah min al-Mawahib al-Laduniyah.

[10] Dalam kitabnya al-Khashaish al-Kubra, al-Suyuthi mengatakan bahwa Qadhi ‘Iyadh dalam kitab al-Syifa serta al-‘Uzfi dalam al-Maulid-nya menyebutkan termasuk keistimewaan dari Nabi SAW yang tidak pernah ada lalat hinggap di tubuh beliau serta ini juga telah disebut oleh Ibnu Sab’in dalam al-Khashaish-nya dengan lafazh : “Tidak jatuh lalat atas pakaiannya sama sekali.”

5. Dapat mengetahui sesuatu yang ada di belakangnya.

Al-Yusuf  al-Nabhani menyebut keistimewaan Nabi Muhammad SAW di dalam kitab beliau yaitu al-Anwar  al-Muhammadiyah min al-Mawahib al-Laduniyah.

Qadhi ‘Iyadh menyebut keistimewaan Nabi Muhammad SAW di dalam kitab beliau yakni al-Syifa’ bi Ta’rif  Huquq Al-Mushtafa.

Dalam Shahih Muslim menuebut hadits dari Abu Hurairah, dan beliau berkata:

هَلْ تَرَوْنَ قِبْلَتِي هَا هُنَا؟ فَوَاللهِ مَا يَخْفَى عَلَيَّ رُكُوعُكُمْ، وَلَا سُجُودُكُمْ إِنِّي لَأَرَاكُمْ وَرَاءَ ظَهْرِي

Artinya : Apakah kalian melihat kiblatku  di sini?. Demi Allah tidak tersembunyi atasku rukuk dan sujud kalian. Sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari belakangku. (H.R Muslim)

6. Bekas air seni beliau tidak pernah dilihat di permukaan bumi.

Ibnu al-Mulaqqin telah menyebut keistimewaan dari Nabi Muhammad SAW di dalam kitab beliau yakni Ghayah al-Suul fi Khashais al-Rasul.

Di dalam kitab tersebut, Ibnu al-Mulaqqin sebut hadits dari Aisyah r.a. yang disebut dalam kitab al-Ayat al-Bainat, karya dari Ibnu Dahyah, dan di dalamnya Aisyah berkata:

يا رسول الله اني اراك تدخل الخلاء ثم يجئ الذي يدخل بعدك فلا يرى لما يخرج منك اثرا فقال يا عائشة ان الله تعالى امر الارض ان تبتلع ما خرج من الانبياء

Artinya : “Hai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat engkau memasuki jamban, kemudian masuk orang-orang sesudahmu. Tetapi orang itu tidak melihat bekas apapun yang keluar darimu.” Rasulullah SAW bersabda : “Hai Aisyah, sesungguhnya Allah Ta’ala memerintah bumi menelan apa yang keluar dari para nabi.”

Ibnu Dahyah juga menyebutkan, sanadnya tsabit (maqbul) al-Suyuthi selepas menyebut beberapa jalur riwayat hadits yang sat arti dengan hadits di atas, beliau menyebutkan, jalur ini (hadits di atas) merupakan yang paling kuat dari jalur-jalur hadits ini.

7. Hati beliau tidak pernah tidur

Ibnu al-Mulaqqin telah menyebut keistimewaan dari Nabi Muhammad SAW di dalam kitab beliau yakni Ghayah al-Suul fi Khashais al-Rasul.

Hal tersebut berdasarkan hadits dari Aisyah yang di dalamnya Aisyah berkata:

فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ، فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ، وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

Artinya : Aku mengatakan, Ya Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum witir ?. Rasulullah SAW bersabda : “Ya Aisyah, sesungguhnya dua mataku tertidur, tetapi hatiku tidak pernah tidur.” (H.R. Muslim)

8. Bayangan beliau tidak pernah dapat dilihat ketika kena sinar matahari.

Al-Yusuf  al-Nabhani menyebut keistimewaan dari Nabi Muhammad SAW di dalam kitab beliau yakni al-Anwar  al-Muhammadiyah min al-Mawahib al-Laduniyah.

Di dalam kitabnya yang disebut al-Khashaish al-Kubra, al-Suyuthi berkata:

اخْرج الْحَكِيم التِّرْمِذِيّ عَن ذكْوَان ان رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يكن يرى لَهُ ظلّ فِي شمس وَلَا قمر قَالَ ابْن سبع من خَصَائِصه ان ظله كَانَ لَا يَقع على الأَرْض وَأَنه كَانَ نورا فَكَانَ إِذا مَشى فِي الشَّمْس أَو الْقَمَر لَا ينظر لَهُ ظلّ قَالَ بَعضهم وَيشْهد لَهُ حَدِيث قَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فِي دُعَائِهِ واجعلني نورا

“Al-Hakim al-Turmidzi telah mentakhrij dari Zakwan, sesungguhnya Rasulullah SAW tidak dilihat bayangannya pada terik matahari dan tidak juga pada bulan. Ibnu Sab’i mengatakan, termasuk keistimewaan Nabi SAW bayangannya tidak jatuh di atas bumi, karena sesungguhnya beliau adalah cahaya. Karena itu, apabila berjalan pada terik matahari atau bulan, maka tidak dilihat bayangannya. Sebagian ulama mengatakan, riwayat ini didukung oleh hadits perkataan Nabi SAW dalam do’anya : “Jadikanlah aku sebagai cahaya.

9. Dua pundak beliau selalu terlihat lebih tinggi dari pundak orang-orang yang sedang duduk bersama beliau.

Ibnu al-Mulaqqin sebut bahwa Ibnu Sab’in berkata, salah satu keistimewaan dari Nabi Muhammad SAW ialah jika beliau duduk, maka beliau akan nampak lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang juga duduk di sekitar beliau.

Pernyataan Ibnu Sab’in tersebut juga telah dikutip oleh al-Suyuthi di dalam kitabnya yakni al-Khashaish al-Kubra.

Dalam Kitab Syarah Al-Muwatha’, al-Zarqani berkata:

وَذَكَرَ رَزِينٌ وَغَيْرُهُ: كَانَ إِذَا جَلَسَ يَكُونُ كَتِفُهُ أَعْلَى مِنْ جَمِيعِ الْجَالِسِينَ، وَدَلِيلَهُ قَوْلُ عَلِيٍّ: ” إِذَا جَاءَ مَعَ الْقَوْمِ غَمَرَهُمْ”  إِذْ هُوَ شَامِلٌ لِلْمَشْيِ وَالْجُلُوسِ

”Raziin dan lainnya telah menyebutkan, Rasululullah SAW apabila duduk, bahunya nampak lebih tinggi dari semua orang-orang duduk. Dalilnya perkataan ‘Ali : ”Apabila Rasulullah SAW bersama kaum, beliau  melebihi mereka”. Karena ini mencakup apabila berjalan dan duduk.

Perkataan Ali tersebut kemudian ditakhrij oleh Abdullah bin Ahmad serta al-Baihaqi dari ‘Ali.

10. Beliau telah dikhitan semenjak dilahirkan

Al-Thabrani di dalam al-Ausath, Abu Na’im, al-Khathib dan juga Ibnu ‘Asakir telah mentakhrij dari beberapa jalur dari Anas dari Nabi SAW, dan kemudian bersabda:

من كَرَامَتِي على رَبِّي اني ولدت مختونا وَلم ير أحد سوأتي

Artinya : Sebagian dari kemulianku atas Tuhanku adalah aku dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan dan tidak ada yang melihat dua kemaluanku

Hadits tersebut sudah dinyatakan shahih oleh al-Dhiya’ di dalam al-Mukhtarah.

Al-Hakim di dalam kitabnya yang disebut al-Mustadrak brkata, sudah mutawatir hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Nabi SAW lahir dalam keadaan sudah dikhitan.

Demikianlah ulasan mengenai sifat rasul yang tentunya harus kita jadikan suri tauladan.

Semoga artikel ini dapat membantu kegiatan belajar kalian ya.

Photo of author

Ahmad

Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama

Tinggalkan komentar