Sejarah Perumusan Pancasila

Peristiwa sejarah perumusan pancasila menjadi salah satu peristiwa besar terciptanya Negara Indonesia.

Sebab, di dalam Pancasila mengandung isi yang pada awalnya diusulkan oleh beberapa orang penting di Indonesia, hingga kemudian usulan mereka dikumpulkan dan dicari mana yang paling tepat dan padu.

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, dalam proses pembuatannya telah menjadi salah satu sejarah terpenting di Indonesia.

Sebab, dalam proses pembuatannya melewati banyak sekali tahapan yang cukup menegangkan dan juga tidak boleh salah langkah dalam perumusannya.

Dikarenakan Pancasila merupakan dasar negara yang fleksibel, maka dapat diartikan pancasila ini berlaku juga di masa mendatang atau juga tidak boleh bertentangan oleh kemajuan zaman atau juga pada kehidupan dimasyarakat.

Justru Pancasila merupakan suatu penghubung sekaligus pengikat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita sebagai warga negara Indonesia dapat menjauhi hal-hal yang tidak baik didalam perkembangan dan juga kemajuan zaman.

Sejarah Perumusan Pancasila

sejarah perumusan pancasila

Sejarah Perumusan Pancasila-, Berawal dari pemberian janji kemerdekaan oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso untuk Indonesia pada tanggal 7 September 1944.

Kemudian pemerintah Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 (2605, tahun Showa 20) mendirikan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan tujuan untuk mempelajari hal-hal yang mengenai tata pemerintahan Indonesia Merdeka.

BPUPKI beranggotakan 74 orang (67 orang Indonesia, 7 orang Jepang). Kemduian organisasi tersebut mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 dengan tujuan untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia.

Berlangsung selama tiga hari, ada tiga tokoh penting Indonesia yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno yang menyumbangkan gagasan untuk dasar negara Indonesia.

Dalam pidato singkat dihari pertama, Muhammad Yamin menyampaikan 5 asas untuk negara Indonesia Merdeka, isi dari kelima asas tersebut yakni:

  1. Kebangsaan
  2. Kemanusiaan
  3. Ketuhanan
  4. Kerakyatan
  5. Kesejahteraan rakyat

Di hari kedua, Soepomo juga mengusulkan 5 asas, yakni:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
  3. Persatuan dan kesatuan
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan yang Maha Esa

Soekarno pada hari terakhir juga menyampaikan gagasannya mengenai 5 asas yang merupakan satu kesatuan utuh dan disebut dengan Pancasila, usulan Soekarno diterima baik oleh semua peserta sidang.

Sehingga tepat pada tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya pancasila.

Setelah upacara proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ada beberapa utusan yang datang dari Indonesia Bagian Timur. Beberapa utusan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
  • Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
  • I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
  • Latu Harhary, wakil dari Maluku.

Mereka datang karena keberetan dengan bunyi dalam rancangan Pembukaan UUD yang sekaligus menjadi sila pertama Pancasila, yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Sehingga, pada sidang PPKI yang pertama tepatnya di tanggal 18 Agustus 1945, Hatta mengusulkan kalimat tersebut diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pengubahan kalimat tersebut sebelumnya telah dikonsultasikan bersama 4 tokoh islam, yakni Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan.

Ke-empat orang tersebut menyetujui perubahan kalimat tersebut. Sehingga, pada akhirnya penetapan rancangan pembukaan sekaligus batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia

Pancasila sebagai dasar negara NKRI telah diterima oleh semua pihak dan sudah bersifat final. Dibalik terciptanya Pancasila, ternyata memiliki cerita sejarah yang panjang di baliknya.

Sejarah tersebut begitu sensitif, sehingga salah-salah dalam penyampainnya dapat mengancam keutuhan Negara Indonesia.

Hal tersebut tak lepas dari banyaknya polemik dan juga kontroversi yang menyangkut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama hingga pencetus istilah Pancasila.

Dari beberapa sumber terpercaya, setidaknya terdapat beberapa rumusan Pancasila yang pernah atau telah muncul. Dari rumusan-rumusan tersebut, ada yang berbeda ada pula yang sama.

Untuk lebih jelasnya, akan dibahas dalam ulasan di bawah ini

Rumusan I: Mohammad Yamin

Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Beberapa dari anggota BPUPKI dimintai untuk menyempaikan usulannya mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print”  NKRI yang akan segera didirikan.

Sehingga tepat di hari pertama pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin menyampaikan gagasannya dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dengan cara berpidato ataupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

Dalam pidatonya, Mohammad Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yakni:

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri ke-Tuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Sementara secara tertulis, Mohammad Yamin  juga mengemukakan lima calon dasar negara yakni:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan II: Ir. Soekarno

DI hari kedua sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno juga menyampaikan usul dasar negara yang kemudian karena usulannya dikenal sebagai hari lahir Pancasila.

Berbeda dengan Mohammad Yamin, Ir. Soekarno menyampaikan tiga buah usulannya mengenai calon dasar negara yakni lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.

Beliau juga yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” yang berarti “lima dasar” pada rumusannya atas usulan Mohammad Yamin seorang ahli bahasa yang duduk di sebelah Sukarno.

Sehingga, ketiga rumusan Soekarno disebut sebagai Pancasila, Trisila, dan Ekasila.

Rumusan Pancasila

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat,-atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ke-Tuhanan yang berkebudayaan

Rumusan Trisila

  1. Socio-nationalisme
  2. Socio-demokratie
  3. Ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila

  1. Gotong-Royong

Rumusan III: Piagam Jakarta

makalah sejarah perumusan pancasila

Usulan Blue print telah dikemukakan oleh tiga tokoh besar Indonesia pada sidang pertama-akhir BPUPKI.

Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, ada 8 orang anggota BPUPKI yang ditunjuk membangung panitia kecil dengan tugas untuk menampung sekaligus menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.

Dan tanpa sepengetahuan jepang, Soekarno menambahkan satu anggota lagi.

Panitia kecil tersbut dikenal juga sebagai pantia sembilan. Tepat pada tanggal 22 Juni 1945, organisasi ini mengadakan rapat yang dihadiri 8 anggota BPUPKI dalam rapat informal.

Anggota dari pantia sembilan adalah:

  1. Ir. Soekarno, sebagai ketua yang juga merangkap sebagai anggota
  2. H. Agus Salim, sebagai anggota
  3. Mr. Ahmad Soebardjo, sebagai anggota
  4. Mr. Muhammad Yamin, sebagai anggota
  5. Drs. Mohammad Hatta, sebagai anggota
  6. Mr. AA. Maramis, sebagai anggota
  7. Kyai Hadi Wachid Hasyim, sebagai anggota
  8. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai anggota
  9. Abikusno Tjokrosujoso, sebagai anggota

Dalam menentukan hubungan antara agama dan negara, anggota dari BPUPKI terbagi menjadi dua kubu.

Yang satu golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam, dan yang satunya golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperkenankan bergerak di  dalam agama.

Kemudian, persetujuan antara dua kubub tersebut termuat dalam sebuah dokumen yang berjudul “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”.

Dokumen tersebut juga disebut sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mohammad Yamin. Sementara, rumusan dari dasar negara juga termuat dalam akhir paragraf keempat dari dokumen yang disebut “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”.

Dari paragraf 1 hingga 3 berisi mengenai rancangan pernyataan kemerdekaan atau proklamasi atau declaration of independence.

Rumusan tersebut merupakan rumusan pertama sebagai hasil dari kesepakatan para “Pendiri Bangsa”.

Bunyi dari rumusan tersebut yakni:

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Alternatif pembacaan

Adapun alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dengan tujuan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI.

Dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat itu menjadi sub-sub anak kalimat yang berdiri sendiri.

alternatif pembacaan seperti di bawah ini:

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan
[A] dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar,
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;] serta

[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”


Rumusan Utuh Dengan Penomoran

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan populer

Versi rumusan populer merupan, rumusan yang beredar di masyarakat, isi rumusannya:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan IV: BPUPKI

hasil sidang bpupki dan ppki

Di dalam sidang yang kedua BPUPKI pada tangal 10-17 Juli 1945, dokumen yang disebu “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” atau Piagam Jakarta dibahas secara resmi dalam  rapat pleno di tanggal 10 dan 14 Juli 1945.

“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut kemudian dipecah serta diperluas menjadi dua buah dokumen yang berbeda yakni Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang dipecah dan diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa adanya perluasan sedikitpun).

Kemudian rumusan tersebut diterima dalam rapat pleno BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945. Hanya ada sedikit perbedaan dengan yang ada dalam rumusan Piagam Jakarta yakni dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir.

Rumusan rancangan dasar negara dari hasil sidang BPUPKI adalah rumusan resmi yang pertama, dan jarang dikenal oleh masyarakat luas.


Rumusan kalimat

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan Utuh Dengan Penomoran

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan V: PPKI

sejarah ppki

Menyerahnya kekaisaran Jepang yang tiba-tiba dengan diikuti Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan secara sendiri oleh Bangsa Indonesia yang dimana waktunya lebih awal dari kesepakatan antara pihak Indonesia dengan kesepakatan memunculkan situasi yang darurat dan harus segera dirampungkan.

Tanggal 17 Agustus 1945 disore hari, wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Ir. Sukarno yang menyampaikan keberatan dengan rumusan yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dari dasar negara.

Untuk menjaga integritas bangsa Indonesia yang baru diproklamasikan, Soekarno dengan sigap langsung menghbungi Hatta, dan mereka menemui wakil dari gologan islam.

Pada awalnya, wakil dari golongan islam yaitu Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo keberatan atas usulan pengubahan tersebut.

Namun, setelah diadakan konsultasi dengan pihak lainnya, akhirnya mereka setuju penggantian rumusan tersebut  yang semula berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai “emergency exit” yang sifatnya sementara serta demi keutuhan Indonesia.

Di pagi hari pada tanggal 18 Agustus 1945, usulan penghilangan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan pada rapat pleno PPKI.

Tak hanya itu, dalam rapat pleno PPKI juga diusulkan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” oleh Ki Bagus Hadikusumo.

Rumusan dasar negara yang ada dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar iniadalah rumusan resmi kedua yang nantinya akan digunakan oleh bangsa Indonesia hingga sekarang. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan nama UUD 1945.

Rumusan Kalimat

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan Utuh Dengan Penomoran

  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan VI: Konstitusi RIS

Wilayah pendudukan dari RI semakin kecil dan terdesak dikarenakan ulah dari NICA.

Sehingga, pada akhir tahun 1949 Republik Indonesia yang pada saat itu berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) dengan terpaksa menerima bentuk negaranya sebagai federal yang disodorkan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama nama Republik Indonesia Serikat (RIS) serta hanya dijadika sebagai sebuah negara bagian saja.

Meskipun pada tanggal 18 Agustus 1945 UUD telah disahkan oleh PPKI tetap masih berlaku untuk RI Yogyakarta, tapi RIS memiliki sebuah Konstitusi Federal atau Konstitusi RIS yang merupakan hasil permufakatan dari seluruh negara bagian dari RIS.

Rumusan dasar negara dalam Konstitusi RIS terdapat dalam Mukaddimah atau pembukaan diparagraf ketiga.

Konstitusi RIS kemudian disetujui pada tanggal 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan juga satuan kenegaraan yang tergabung dalam keanggotaan RIS.

Rumusan kalimat

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”

Rumusan Utuh Dengan Penomoran

  1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. Perikemanusiaan,
  3. Kebangsaan,
  4. Kerakyatan
  5. Dan keadilan sosial

Rumusan VII: UUD Sementara

Selepas RIS berdiri, negara tersebut mulai melemah dan hancur. Hanya dalam hitungan minggu negara bagian dari RIS membubarkan diri lalu bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta.

Pada bulan Mei 1950 hanya terdapat tiga negara bagian yang nyata yakni Yogyakarta, NIT, dan NST.

Setelah melakukan beberapa pertemuan secara intensif antara RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, mereka menyetujui adanya pembentukan negara kesatuan dan juga mau mengadakan perubahan dari Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.

Perubahan itu dilakukan dengan penerbitan UU RIS No 7 Tahun 1950 mengenai Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang kemudian disahkan tanggal 15 Agustus 1950.

Rumusan dasar negara kesatuan tersebut tercantum dalam paragraf keempat dari Mukaddimah atau pembukaan UUD Sementara Tahun 1950.

Rumusan Kalimat

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”

Rumusan Utuh Dengan Penomoran

  1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. Perikemanusiaan,
  3. Kebangsaan,
  4. Kerakyatan
  5. Dan keadilan sosial

Rumusan VIII: UUD 1945

Kegagalan Konstituante dalam misi menyusun sebuah UUD yang nantinya akan menggantikan UUD Sementara yang dimana disahkan pada 15 Agustus 1950 memunculkan bahaya bagi keutuhan negara.

Oleh sebab itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Ir. Soekarno selaku Presiden Indonesia kala itu mengambil langkah dengan cara mengeluarkan Dekrit Kepala Negara, dimana salah satu isi dari dekrit tersebut berisi menetapkan kembali berlakunya UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia dengan menggantikan UUD Sementara.

Dengan adanya pemberlakuan kembali UUD 1945, maka rumusan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan yang resmi untuk dipakai.

Rumusan tersebut juga diterima oleh MPR, yang sempat menjadi lembaga tertinggi negara Indonesia sebagai penjelmaan dari kedaulatan rakyat antara tahun 1960 hingga 2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:

1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 mengenai Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan mengenai Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, serta

2. Tap MPR No III/MPR/2000 mengenai Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Rumusan Kalimat

“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan Utuh Dengan Penomoran

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan IX: Versi Berbeda

Tak hanya mengutip ecara utuh rumusan di dalam UUD 1945, MPR juga sempat membuat rumusan yang sedikit berbeda dengan sebelumnya.

Rumusan ini termuat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 mengenai Memorandum DPR-GR tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia serta Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Rumusan

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial.

Rumusan X: Versi Populer

Rumusan terakhir yang akan tuliskan.id bahas adalah rumusan yang telah beredar serta diterima secara luas oleh masyarakat.

Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal dan diketahui secara umum serta diajarkan secara luas di dalam dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara hingga sekarang.

Rumusan ini pada umunya sama halnya yang ada dengan rumusan dalam UUD 1945, namun, dalam versi populer ini menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.

Rumusan ini juga yang tercantum dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa).

Rumusan

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rangkuman

  1. Sidang pertama BPUPKI tak hanya membahas tentangi calon dasar negara, tetapi juga membahas hal lainnya. Tercatat terdapat dua anggota Moh. Hatta, dan Supomo yang mendapat kesempatan untuk berpidato dengan durasi yang agak panjang. Hatta berpidato tentang perekonomian Indonesia sementara Supomo yang kelak akan menjadi arsitek UUD berpidato tentang corak Negara Integralistik.
  2. Negara Indonesia Timur, wilayahnya meliputi Sulawesi dan juga pulau-pulau sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara, serta seluruh kepulauan Maluku.
  3. Negara Sumatra Timur, wilayahnya meliputi bagian timur provinsi Sumut yang ada pada sekarang.
    “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (Pasal 1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945).

Demikianlah ulasan mengenai Sejarah Perumusan Pancasila, semoga dapat membantu proses belajar anda. Terimakasih telah berkunjung.

Photo of author

Ahmad

Pemuda yang senang belajar dan berbagi dengan sesama

2 pemikiran pada “Sejarah Perumusan Pancasila”

  1. Selamat pagi, Mas Ahmad.

    Salam perkenalan. Nama saya isti Saptiono.

    Saya sedang mencari sumber-sumber resmi tentang penjelasan atas simbol, arti, rincian penerapannya dll dsb tentang Pancasila.
    Saya menemukan banyak sekali tulisan dan ulasan tentang hal-hal tersebut. Namun, saya belum berhasil menemukan dokumen atau sumber resminya, bahkan di website BPIP pun tidak ada penjelasan atau rujukannya.

    Saya akan sangat berterima kasih apabila mas Ahmad dapat membantu saya.
    Salam PPKN.

    Balas

Tinggalkan komentar